Jambi – jambiaktual.co.id Kasus hukum yang menjerat Helen, seorang ibu rumah tangga yang akrab disapa Mamak Helen oleh warga Jambi, kini tengah menjadi sorotan luas masyarakat. Meski proses persidangan masih berlangsung dan belum ada tuntutan resmi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), berbagai pihak mulai mempertanyakan arah dan transparansi penanganan perkara ini.
Senin, 21 Juli 2025 pukul 11.00 WIB, sidang atas nama Helen kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jambi. Yang mengejutkan, ratusan masyarakat tampak hadir memberikan dukungan moral. Mereka datang secara spontan membawa bunga mawar putih dan spanduk bertuliskan harapan agar majelis hakim meringankan hukuman Helen.
Dukungan ini tidak muncul tanpa alasan. Sosok Helen dikenal luas sebagai pribadi yang ramah, dermawan, dan ringan tangan membantu sesama, terutama mereka yang berada dalam kesulitan ekonomi. Bagi banyak warga—khususnya kaum ibu—Helen bukan sekadar nama dalam persidangan, melainkan figur yang mereka kenal dan hormati secara personal.
Yang menjadi perhatian publik, beredar informasi bahwa dalam proses penangkapan Helen, tidak ditemukan barang bukti utama yang sesuai dengan pasal yang disangkakan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran: bagaimana jika tuntutan yang dijatuhkan nantinya tidak sebanding dengan bukti yang ada? Dan lebih jauh lagi, bagaimana jika vonis yang dijatuhkan bukan berdasar fakta hukum, melainkan karena tekanan opini publik dan stigma?
Publik menekankan pentingnya prinsip keadilan dalam kasus ini, mengingat beberapa dasar hukum yang mengikat proses peradilan di Indonesia:
Dasar Hukum yang Menjamin Perlindungan Bagi Terdakwa:
1. Pasal 183 KUHAP
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah pelakunya.
2. Pasal 8 ayat (1) UU HAM No. 39 Tahun 1999
Setiap orang berhak memperoleh jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
3. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014
Menegaskan pentingnya menjaga asas praduga tak bersalah sejak awal proses hukum hingga adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam suasana yang penuh dengan opini dan stigma, masyarakat berharap agar aparat penegak hukum, khususnya majelis hakim, dapat memutus perkara dengan obyektivitas, integritas, dan hati nurani. Kepercayaan terhadap sistem hukum hanya akan tumbuh jika setiap proses berjalan transparan dan berdasarkan bukti yang sah.
“Tegakkan hukum berdasarkan fakta, bukan stigma. Publik mendukung proses hukum yang adil dan berimbang.”