Kerinci – Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Kerinci kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, kepala sekolah Masriani diduga terlibat dalam praktik pungutan liar (pungli) terkait pengurusan berkas sertifikasi tunjangan profesi guru (TPG).
Informasi yang dihimpun dari sejumlah guru menyebutkan, sedikitnya sembilan guru yang telah tersertifikasi diduga diminta memberikan uang sebesar Rp100.000 per semester kepada kepala sekolah. Bahkan, salah satu guru mengaku pernah diminta hingga Rp2,5 juta disertai ancaman pengurangan jam mengajar jika tidak menuruti permintaan tersebut.
“Kami ada sembilan orang yang sudah sertifikasi, setiap semester diminta setor seratus ribu ke kepsek. Yang paling menyedihkan, ada salah satu guru yang diminta sampai Rp2 juta lebih, katanya kalau tidak kasih akan dikurangi jam ngajarnya. Sampai guru itu hampir menangis,” ujar salah satu narasumber yang enggan disebutkan namanya, Senin (29/7/2025).
Sumber lain juga menguatkan dugaan tersebut. Ia menyatakan permintaan uang tersebut sudah menjadi hal yang biasa setiap semester. Meskipun isu permintaan uang dalam jumlah besar belum bisa dipastikan kebenarannya secara menyeluruh, para guru mengaku merasa takut untuk melawan karena khawatir mendapat tekanan dari pihak sekolah.
“Memang betul bang, setiap semester itu kami diminta seratus ribu. Kalau yang Rp2,5 juta itu kami baru dengar dari cerita-cerita. Tapi kami tidak bisa berbuat banyak karena takut,” ujar salah satu guru lainnya, juga dengan permohonan agar identitasnya tidak dipublikasikan.
Menanggapi dugaan ini, salah satu aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Kerinci, Jamal, mendesak agar Bupati Kerinci turun tangan dan melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan kepala sekolah SMPN 6 Kerinci.
“Sikap kepala sekolah seperti ini sangat disayangkan. Kami minta kepada Bupati Kerinci, Bapak Monadi, agar segera memanggil dan mengevaluasi kinerja Kepala SMPN 6 Kerinci,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kepala SMPN 6 Kerinci, Masriani, belum berhasil dimintai konfirmasi. Upaya konfirmasi melalui sambungan telepon tidak mendapat respons, bahkan diketahui nomor kontak awak media telah diblokir.
Redaksi tetap membuka ruang hak jawab bagi pihak-pihak yang disebutkan dalam pemberitaan ini untuk memberikan klarifikasi atau tanggapan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.