Ricuh di PLTA Kerinci: Warga Pulau Pandan & Karang Pandan Tuntut Hak Lahan

Kerinci – jambiaktual.co.id Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kerinci kembali menuai sorotan tajam. Aksi unjuk rasa besar-besaran yang digelar warga Desa Pulau Pandan dan Desa Karang Pandan, Kecamatan Bukit Kerman, Kamis (21/8/2025), berakhir ricuh di depan gerbang proyek yang dikerjakan PT Kerinci Merangin Hidrolik (KMH).

Warga menuntut kepastian kompensasi lahan yang hingga kini tak kunjung jelas meski proyek raksasa itu sudah berjalan. Menurut warga, pihak PT KMH terkesan abai dan tidak transparan terkait hak masyarakat yang tanahnya terdampak langsung oleh pembangunan PLTA.

“Kami hanya ingin kejelasan kompensasi, ini hak kami, bukan sekadar janji kosong,” teriak salah satu warga dalam aksi tersebut.

Di tengah ketegangan, nama Asrori, selaku Humas PT KMH, menjadi sorotan utama. Warga menuding Asroli hanya pandai berjanji tanpa pernah memberikan kepastian nyata. Alih-alih berdialog dengan masyarakat, Asroli dianggap bersembunyi di balik meja perusahaan dan melempar masalah ke pihak lain.

Namun, bukannya mendapat jawaban, massa justru berhadapan dengan aparat keamanan. Situasi semakin panas, hingga terjadi lemparan batu dari arah massa. Aparat pun membalas dengan tembakan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.

Kondisi ini memperlihatkan adanya dugaan kelalaian serius dari pihak PT KMH yang tidak mengindahkan kewajibannya terhadap warga. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, masyarakat yang lahannya terdampak wajib mendapatkan ganti rugi yang layak dan adil. Fakta di lapangan justru menunjukkan ketidakpastian dan mengabaikan hak-hak masyarakat.

Kericuhan ini sekaligus menjadi sinyal kuat bahwa proyek PLTA Kerinci bukan hanya soal pembangunan energi, tetapi juga menyangkut aspek keadilan sosial yang hingga kini belum terpenuhi. Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, hingga Kementerian terkait didesak segera turun tangan untuk memastikan PT KMH bertanggung jawab penuh terhadap kompensasi lahan masyarakat.

Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin konflik akan semakin meluas dan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap proyek-proyek strategis nasional di daerah.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *